Anggota Kelompok :
Ahmad Raihan
Ahmad Rafli
Alfin Faidz
Arief Maulana
Bayugiri
Ghifari Surya
Lutfi Maulana
Rizky Wiradhika
Rafi Wiratama
M Risyad
Hikayat Seorang Kakek dan
Seekor Ular
Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang
kakek yang cukup disegani. Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada
kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu
mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat,
ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang
menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat
kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu).
Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di
tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya,
ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang
(kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat. “Kek,” panggil ular itu
benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya,
selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya
itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik
sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di
dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan
saya ini.” “Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah
mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas
dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah
bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya,
kakek pun membuka mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk. Sejurus
kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia menanyakan
keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tak melihat
ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak berhasil
menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi. Setelah pria itu berada agak
jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari
mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya
sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan
baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya
bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak
bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati.” “Buktinya kamu biarkan
saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin
membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah
kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya
sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu mengancam.
“La
haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan
kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah
aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong
terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang
tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan. Kakek itu
akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada
sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku
pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa
berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.” Ular mengabulkan
permintaannya.
Namun,
di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang
pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.” Setelah
sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:
“Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah
aku seperti yang kamu inginkan.” Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang
mengalun merdu tertuju padanya:
“Wahai
Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam
jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat
masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya
kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu
makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik
sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas
dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu
girang bukan main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar
sehingga saya dapat selamat?” Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang
penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar,
“Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri
Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu.” Kakek bersujud seketika, tanda
syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan
seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir
ceritanya, si Saudi berpesan:
"Waspadalah
terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat
mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang
jahat."
Kemudian si Saudi
memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan selamat tinggal. Ia
berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena
berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami
dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum
beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya
kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai
menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan.
Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para
tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak.
Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengadukanku
kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal
kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup
besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi
perintahnya seraya menebar ancaman.
Setelah membayar
begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu kali
bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk
mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya
saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak
sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan
bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari
penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja,
saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid, Baginda yang
agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.
Khalifah menjadi
terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia
dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia
derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu
kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin
senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama
burung masih berkicau.
Para napi di
penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur panjang setelah
Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.
Khalifah lalu
kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah
menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya,
Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji
Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah
panjang umur.
Transliterasi
ke Bahasa Indonesia:
Pada zaman dahulu, ada
seorang kakek yang cukup dihormati. Ia dikenal takut kepada Tuhan, tergila-gila
pada kebenaran, selalu beribadah setiap waktu, melaksanakan salat lima waktu
dan selalu berusaha membaca Al-Qur'an pada pagi dan petang. Selain dikenal alim
dan taat, ia juga terkenal memiliki otot yang kuat dan berotak encer. Ia punya
banyak hal yang menyebabkannya mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk
di tempat kerjanya sambil menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan pada
masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang selalu berputar setiap waktu di
tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergesa-gesa.
Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang
(kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.
"Kek," panggil
ular itu dengan malang, "kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya,
selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya
itu. Ia pasti membunuh saya setelah berhasil menangkap saya. Tentu adalah orang
yang baik jika mau membuka mulutmu
lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah
kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini."
"Ulangi sumpahmu
sekali lagi," pinta si kakek. "Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu
masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keburukkan.
Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya."
Ular mengucapkan sumpah
atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular
mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya, kira-kira bisa memasukkan
ular itu kedalam mulutnya.
Beberapa saat kemudian,
datanglah seorang pria dengan tongkat di tangannya. Ia menanyakan keberadaan
ular yang akan dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tidak melihat ular yang ia
tanyakan dan tidak tahu di mana ular itu berada. Karena tidak berhasil
menemukan apa yang sedang dicarinya, pria itu pun pergi.
Setelah pria itu berada
agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: "Kini, kamu aman. Keluarlah
dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang."
Ular itu hanya menampakkan kepalanya
sedikit, lalu berkata: "Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu
dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang
berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tidak tahu apa-apa. Kamu
bahkan tidak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati."
"Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal
semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang
kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu
atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat." kata
ular itu mengancam.
"La haula wa la
quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali
bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah
menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah
kepada Allah Yang maha Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong
terbaik." Beberapa saat kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan
kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah
penyesalan.
Kakek itu akhirnya kembali
bersuara, "Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang
bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu
tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin
mati di sana supaya jauh dari keluargaku."
Ular mengabulkan
permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, "Oh, andai
Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan
menyelamatkanku."
Setelah sampai dan bernaung
di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:
"Sekarang, silakan
lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu
inginkan."
Tiba-tiba ia mendengar
sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:
"Wahai Kakek yang baik
budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik merekam jejaknya, ketulusan
dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam
tubuhmu, sedangkan kamu tidak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah
engkau lihat pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah
sentiasa membantumu."
Anjuran itu kemudian ia
amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi
bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam
hidupnya. Kakek itu senang bukan main sehingga berkata, "Suara siapakah
yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?"
Suara itu menyahut bahwa
dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia.
Suara itu berujar, "Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha
Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu."
Kakek bersujud seketika,
tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan
seorang juru penyelamat untuknya."
Di akhir ceritanya, si
Saudi berpesan:
"Waspadalah terhadap
setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat
mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang
jahat."
Kemudian si Saudi memelukku
dan memeluk anakku. Dia mengucapkan selamat tinggal kepada istriku. Ia
berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena
berpisah dengannya. Kami menyadari perannya dalam menyelamatkan kami dari
lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.
Namun, belum beberapa hari
dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan.
Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai
menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan.
Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.
Akibatnya, para tetangga
menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat
mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengaduku kepada kepala
kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku.
Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai
pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seperti
menebar ancaman.
Setelah membayar begitu
banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tidak seberapa, suatu kali bayaranku
berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku.
Kemudian ia memasukkan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam
di penjara ini, merasakan berbagai macam penyiksaan. Tak sedetikpun saya
lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan
menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang
gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.
Namun, tentu saja, saya
takkan dapat keluar tanpa baik budi dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan
menghukum dengan penuh pertimbangan.
Khalifah menjadi terkejut
dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan
dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan
kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah,
satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa
bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih
berkicau.
Para napi di penjara
Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur panjang setelah Khalifah
meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.
Khalifah lalu kembali ke
istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah menunggu siti
Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya, Zubaidah pun
senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji Khalifah karena
telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang umur.
A. Sinopsis (Ringkasan Hikayat)
Hikayat
Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada
zaman dahulu, ada seorang kakek yang sangat disegani oleh penduduk. Ia sangat
taat beragama dan berotot juga pandai otaknya.
Suatu hari, ia tengah duduk-duduk ditempat kerjanya. Namun, tiba-tiba
seekor ular menghampirinya dan meminta tolong. Ular itu beralasan bahwa ia
sedang dikejar-kejar pemburu, maka dari itu ia ingin bersembunyi di mulut
kakek.
Namun
setelah ular itu selamat, ternyata ia malah tidak mau keluar dan malah
mengancam kakek untuk memakannya. Kakek bingung, namun pasrah akan takdir yang
akan menimpanya. Setelah meminta tolong pada Allah, ternyata ia mendengar
suara. Berkat kata-kata dari suara itulah ular itu keluar dan kakek pun
selamat.
B.
UNSUR INTRINSIK
1.
Tema : Balas Budi
2.
Perwatakan tokoh :
a.
Si Kakek : Baik hati, pandai, taat,
terlalu mudah percaya pada siapapun, suka
menolong dan pasrah.
-
Baik Hati : Dia rela menolong ular
yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
-
Pandai : Selain dikenal alim dan
taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
- Taat : Ia dikenal takut kepada Allah,
gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu
dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
- Terlalu mudah percaya pada siapapun :
Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang dia endiripun tahu jika itu dapat
membunuhnya.
- Suka menolong : bukankah aku telah
menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
- Pasrah : Terserah kepada Allah Yang
Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik .
b.
Ular : Licik,
jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
- Licik :
Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu
bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
-
Jahat : Sekarang kuberi kamu dua
pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan
jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.
-
Suka berbohong : Pada awalnya dia berjanji
hanya akan bersembunyi, tetapi ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati
atau jantung si kakek.
-
Tidak tahu balas budi : Setelah
diberi pertolongan oleh kakek, bukannya berterima kasih, ular itu malah mau
membunuh kakek.
c. Suara
penolong : Baik hati, suka menolong.
-
Baik hati : Dia ada
disaat yang tepat. Saat kakek akan dibunuh oleh ular itu.
-
Suka menolong : Tuhan yang telah
memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.
3. Jenis alur beserta tahapan peristiwa : Jenis alurnya maju.
Tahapan
peristiwanya dimulai dari paragraf 1 yaitu pengenalan tokoh utama.
Paragraf
2 dan 3 yaitu penyebab permasalahan.
Paragraf
4 dan 5 yaitu bagian klimaks.
Paragraf
6 yaitu bagian peleraian.
Paragraf
7 yaitu bagian penyelesaian.
4. Setting :
Suatu
hari, kakek itu sedang duduk di tempat kerjanya. Suasananya sangat tenang dan
santai. Namun ular datang dengan gugup. Setelah ular itu berhasil selamat, ular
itu mau memakan kakek tersebut. Namun, sang kakek ingin pergi ke sebatang pohon
yang ada di suatu tempat yang lapang. Suasanapun menjadi tegang. Namun, menjadi
tenangkembali saat ular itu sudah berhsil dikeluarkan dai tubuh kakek. Kakek
itupun merasabahagia dan sangat bersyukur pada Yang Kuasa.
5. Amanat :a. Jangan terlalu
percaya kepada orang lain apalagi
yang mampu menjadi ‘musuh dalam selimut’ bagi kita.
b. Kebaikan pasti akan selalu dibalas dengan
kebaikan.
c. Allah pasti akan menyelamatkan
hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
6. Sudut pandang : Orang Ketiga Pelaku Utama.
7. Majas :
a. Majas
Sinekdokhe pars prototo : Tiba-tiba seekor
ular menghampirinya
dengan tergopoh-gopoh.
b. Majas
Metafora :
Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
c. Majas
Simile :
cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai penolongku.
8. Pengalaman :
1. Menolong
orang harus dengan suatu alasan.
2. Menolong
tidak boleh asal-asalan.
3. Tidak
boleh terlalu percaya pada orang asing.
9. Gagasan :
1. Kakek
tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu mudah
percaya pada ular.
2. Ular
itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat keburukan
pula.
3.
Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.
C. Unsur Ekstrinsik
1.
Nilai Moral : Kita dapat
belajar bahwa menolong orang itu memang baik, namun kita juga harus memikirkan
pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2.
Nilai Pendidikan : Kita dapat belajar
bahwa perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan yang baik pula.
3.
Nilai Religius : Allah akan selalu
melindungi hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
4.
Nilai Sosial :
Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang baik, apalagi bila memang
sedang membutuhkan pertolongan.
5.
Nilai Budaya : Budaya
tolong-menolong antara kiat memang harus selalu diterapkan dimanapun dan
kapanpun.
6.
Nilai Estetika : Hubungan antar
umat manusia yang saling tolong-menolong dan pertolongan Allah yang terkadang
tak terduga.
Perbandingan “Novel ABORSI” dan “Hikayat Seorang kakek dan
Seekor Ular”
Sinopsis
Novel ABORSI
Ceritanya
bermula ketika sepasang suami istri yaitu Handi dan Devi yang memiliki seorang
putri bernama Caca,membeli rumah baru yang bergaya klasik.Hal tersebut malah
membawa malapetaka,Caca jadi sering kerasukan dan mengamuk.
Kehidupan
yang tak lagi dirasa tenang membuat Handi dan Devi merasa ketakutan sekaligus
penasaaran.Seiring berjalannya waktu yang memperkeruh keadaan,Mereka baru lah
menyadari apa yang telah mereka perbuat 10 tahun yang lalu.Janin yang dipaksa
keluar ,bangkit untuk membalas dendam orang tua yang biadab yang membunuhnya.
Akhirnya,Devi
yang merasa sangat bersalah ,rela mati untuk menemani "Cinta" di
dunia lain.
Sinopsis
Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada
zaman dahulu kala,hidulah seorang kakek tua yang taat pada Allah yang berotak
encer,dan kuat.ketika itu ia sedang duduk di tempat kerjanya ,tiba-tiba
datanglah seekor ular ular itu meminta untuk disembunyikan dalam mulut Kakek
karena ia dikejar-kejar seorang laki-laki.Ular tersebut bersumpah,tidak akan
mencelakai kakek. Akhirnya kakek mengizinkannya.
Setelah
orang yang mencari nya itu sudah pergi ,kakek menyuruh si ular untuk keluar.
Tetapi ular melanggar janjinya,ia malah hendak memakan jantung dan hati kakek.
Kakek
yang mengetahui kehendak ular berkata bahwa ia ingin mati di bawah pohon yang
biasa digunakannya untuk berteduh yang letaknya jauh dari keluarganya,ular pun
mengizinkannya.
Hatta
sampai di tempat yang dimaksud,tiba-tiba terdengar suara yang lembut menyuruh
kakek untuk makan daun dari pohon tersebut.Tanpa berfikir panjang,kakek segera
melakukan apa yang diperintahkan suara tadi.Alhasil ular pun akhirnya keluar
dalam keadaan menjadi bangkai.Kakek pun bersujud,bersyukur atas pertolongan
yang di berikan Allah S.W.T
Perbandingan:
1.
Hikayat berbentuk seperti dongeng yang menyajikan hal-hal takhayul sedangkan
novel lebih mengacu pada realita.
2.
Pada hikayat biasa dimulai dengan Pada zaman dahulu sedangkan pada novel
tidak demikian.
3.
Pada hikayat terdapat bahasa melayu kuno seperti “hatta” sedangkan pada novel
tidak.