Social Icons

Pages

Featured Posts

Rabu, 04 Desember 2013

Tugas peribahasa dan ungkapan

TUGAS BAHASA INDONESIA

Anggota Kelompok     :

1.    Muhammad Afif Aghisna
2.    Fahrizhar Satya Pradana
3.    Jodhy Aldion Siregar

4.    Yusril Ramli Murod

1. UNGKAPAN
  • ·         Alfin memang tinggi hati. (Sombong)
  • ·         Karena ucapan orang itu, Fahri naik darah. (Marah)
  • ·         Itulah akibatnya kalau menjadi anak yang berkepala batu. (Tidak mau menurut)
  • ·         Kalau bekerja dengan setengah hati, hasilnya kurang memuaskan. (Tidak sungguh-sungguh)
  • ·         Hati-hati terhadap orang yang besar mulut itu. (Suka membual)


2. PERIBAHASA
Ø  Besar pasak daripada tiang. Artinya lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. bisa dibilang orang yang tidak bisa mengatur keuangan.
Ø  Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya kalah ataupun menang sama-sama menderita.
Ø  Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Artinya Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.

MAJAS
Antonomasia
Antonomasia adalah penyebutan terhadap seseorang berdasarkan ciri khusus yang dimilikinya.

Contoh:
·         Sssssttt, lihat! Si cerewet datang. Kalian tidak perlu bertanya.

Paradoks
Paradoks adalah pengungkapan terhadap suatu kenyataan yang seolah-olah bertentangan, tetapi mengandung kebenaran.

Contoh:
·         Memang hidupnya mewah, mempunyai mobil, rumahnya besar, tetapi mereka tidak berbahagia. Tidak tahu mengapa, mungkin karena belum mempunyai anak.

 Kontradiksio
Kontradiksio adalah pengungkapan yang memperlihatkan pertentangan dengan yang sudah dikatakan lebih dulu sebagai pengecualian.

Contoh:
·         Sebenarnya semua saudaranya, yang dulu-dulu pandai, hanya dia sendiri yang bodoh. Mungkin saja karena malasnya.

Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3


Selasa, 03 Desember 2013

Tugas Ungkapan,Pribahasa,dan Majas

•    Anggota Kelompok
1.    Mohamad Zain Marta
2.    M ilham rinaldy
3.    Ilham agustiawan
4.    Irfan adi
5.    Samuel alvaref
6.    Endra setiwan

1.    Ungkapan :
•    Andik firmansyah adalah bintang lapangan pada pertandingan sepakbola sea games 2013.
Bintang lapangan artinya yaitu “pemain terbaik”.
•    Andi  angkat kaki dari rumahnya karena ia bertengkar dengan ibunya.
Angkat kaki artinya yaitu “pergi”.
•    sapri hidupnya sebatang kara karena istrinya sudah meninggal.
Sebatang kara artinya “hidup seorang diri”.

2.    Pribahasa :
•    Menang jadi arang, kalah jadi abu. Artinya kalah ataupun menang sama-sama menderita.
•    Jika ditampar sekali kena denda emas, dua kali setampar emas pula, lebih baik ditampar betul-betul. Artinya Setiap perbuatan jahat itu sama saja akibatnya, meski besar ataupun kecil.
•    Lubuk akal tepian ilmu. Artinya Seseorang yang dikenal memiliki banyak ilmu pengetahuan.

3.    Majas :
•    Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
Contohnya : Di pertandingan baseeball,indonesia menang melawan china.
•    Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Cotohnya : Aku kaget setengah mati.
•    Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
Contoh : air itu berjalan menuju tempat yang rendah.

Sumber : Wikipedia

Senin, 02 Desember 2013

Tugas Ungkapan dan Peribahasa

Tugas Ungkapan dan Peribahasa
Anggota kelompok :
•Ahmad Raihan
•Alfin Faidz
•Iqbal Cahyadi
•Muhamad Fikri
•Rizky Wiradhika
•Satria Bagus

1) Ungkapan
·        Gulung tikar                 : Bangkrut
·        Kepala dingin              : Tenang
·        Buah hati                     : Anak
·        Buah tangan                : Oleh-oleh; Hadiah
·        Bermuka dua               : Mempunyai dua kepribadian yang berbeda

2) Peribahasa
>Asam digunung, garam dilaut, akhirnya bertemu di belanga
= Kalau sudah jodoh dimana saja pasti akan bertemu
>Air yang tenang kadang berbahaya
= Orang yang diam belum tentu baik
>Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah
= Kasih sayang anak tak mampu menandingi kasih sayang ibu kepada anaknya

3) Macam-macam majas
>Totem proparte
Hari ini ini Dona tidak terlihat batang hidungnya.
>Pars prototo
Tangan-tangan terampil mereka yang menciptakan karangan bunga seindah itu.
>Hiperbola

Seorang ayah membanting tulang demi menghidupi delapan anaknya.

Minggu, 01 Desember 2013

Tugas Peribahasa Dan Ungkapan

Anggota Kelompok :
- Ahmad Rafli Fahmi
- Ghiffari Surya S
- M. Ansari Q. W.
- M. Risyad A.
- Rafi W.
- Samuel

1. Anak Emas  = Anak Kesayangan
    Besar Mulut = Bohong
    Tebal Muka = Tak Punya Malu
    Darah Biru   = Ningrat / Keturunan Bangsawan
    Bunga Tidur = Mimpi


2. - Ada rotan ada duri artinya ada saatnya bersenang-senang, ada pula waktunya bersedih.
    - Maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai artinya mempunyai cita-cita yang tinggi, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkannya.
    - Bagai air di daun talas artinya orang yang pendiriannya tidak tetap.

3. > Majas Personifikasi : Dimana manusia digambarkan memiliki sifat binatang, tumbuhan atau benda lain. Contoh : Baru seratus meter berjalan, mobilnya sudah batuk-batuk.
    > Majas Pleonasme : Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh : Saya jatuh dari pohon kebawah.
    > Majas Metonimia : Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Contoh : Karena sering menghisap gudang garam, dia terserang penyakit kanker.

Rabu, 27 November 2013

Tugas Bahasa Indonesia Tentang Hikayat

Tugas Hikayat

Anggota Kelompok :
1.         Endra Setiawan
2.         Fahrizhar Satya Pradana
3.         Ilham Agustiawan
4.         Jodhy Aldion Siregar
5.         Mohamad Zain Marta
6.         Muhammad Ansari Q. W.
7.         Randy Akbar
8.         Satria Bagus P. W.
9.         William Jaya Saputra
10.       Yusril Ramli Murod

Hikayat Si Miskin
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.

Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”

Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.

Setelah genap bulannya kandungan itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.

Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.

Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.

Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah.

Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.

Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.

Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar. Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemui oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.

Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. 

Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.

Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.

Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.

Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.

Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.


A.  Arti Hikayat

Hikayat si Miskin


Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya, dibuang dari keinderaan sehingga hidupnya sengsara. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.

Pasangan Suami istri yang miskin dengan pakaiannya yang seperti digigit anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah yang ada di bawah pemerintahan raja Indera Dewa. Kemanapun mereka pergi, mereka selalu diburu dan diusir oleh penduduk dan disertai penganiayaan sehingga tubuhnya bengkak-bengkak dan berdarah-darah. Sepanjang perjalanan si Miskin berdua itu menangis karena  sangat lapar dan haus. Saat malam, Mereka tidur di hutan, dan siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.

Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia ingin memakan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin keberatan untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istrinya itu makin menangis menjadi-jadi. Maka  si Miskin berkata, “Diamlah.  jangan menangis. Biar Saya pergi mencari buah mangga itu. Jika dapat, akan ku berikan kepadamu.”

Si Miskin pergi ke pasar, dan pulangnya membawa mangga dan makanan-makanan yang lain, Tetapi ditolak oleh isterinya. dengan hati yang kesal dan penuh ketakutan, Si Miskin pergi menghadap raja untuk meminta mangga. Setelah didapat beberapa mangga, ia segera pulang. Isterinya menyambut dengan bahagia dan dimakan mangga itu.

Setelah sembilan bulan kandungannya, lahirlah anak laki-lakinya yang pertama bernama Marakarmah yang artinya anak di dalam kesukaran, lalu diasuhnya dengan penuh kasih sayang.

Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat gubuk sebagai tempat tinggal, dia menemukan sebuah tempayan yang penuh berisi dengan emas yang tidak akan habis untuk dipakai berbelanja sampai anak cucunya. Dengan takdir Allah, berdiri  sebuah kerajaan yang lengkap perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.

Maharaja Indera Angkasa sangat adil dan pemurah sehingga mensejahterakan  kerajaan Puspa Sari dan membuat  Maharaja Indera Dewa iri di negeri Antah Berantah.

Ketika Maharaja Indera Angkasa mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya peramal yang ahli dari Negeri Antah Berantah.

Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah,  para peramal ahli itu mengatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu nanti hanya akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.

Ramalan palsu para peramal ahli itu membuat hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu dari kerajaan.

Tidak lama setelah kepergian putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar. Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Saat mencari api ke kampung, karena disangka pencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemui oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.

Lalu, Nasib Marakarmah di lautan, ia terus hanyut dan akhirnya terdampar di pelabuhan raksasa, tempat ditawannya Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang nanti setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan–jalan di tepi pantai, dia bertemu Marakarmah dalam keadaan tubuh terikat. Lalu dilepaskan talinya dan diajak pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha kabur dari tempat raksasa dengan mengendarai sebuah perahu. 

Muncul nafsu nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didoronglah Marakarmah ke laut, lalu dia ditelan oleh ikan nun yang mengikuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan, kemudian nenek itu membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tidak terluka.

Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang pekerjaannya menjual bunga. Marakarmah selalu menolak untuk merangkai bunga. Alasannya, rangkaian bunga buatan Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang bisa menjadi penyebab dapat bertemu kembali dia dengan istrinya.

   Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari, dia menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, Marakarmah tahu bahwa puteri tersebut adalah adiknya sendiri, maka ditemui olehnya. Nahkoda kapal yang jahat itu lalu dibunuh olehnya.

Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah dan ibunya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakan kembali Kerajaan Puspa Sari dengan semua  perlrngkapaan kerajaan seperti dahulu.

Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dipimpin oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya, yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya menjadi Sultan Mangindera Sari untuk menjadi raja di Palinggam Cahaya.

B.  Unsur Intrinsik

1)   Tema : Perjalanan hidup raja
2)   Alur   : Maju
3)   Latar  :
i) -Tempat : Negeri antah berantah, hutan, laut, pasar, negeri pusra sari, kapal
ii)  -Waktu  : Malam dan siang
4)   Tokoh :
Maharaja Indera Dewa           : Iri, jahat
Maharaja Indera Angkasa      : pemurah, penyabar, baik
Marakarmah                           : penyabar, rela menerima, patuh
Putri Ratna Dewi                    : baik, penyayang
Nila Kusuma                           : penyabar, rela menerima, patuh
Cahaya Chairani                     : baik, penolong
Nenek Kabayan                      : baik, penolong

C.  Amanat

-    Patuhilah perintah orang tua
-  Setiap ada kesulitan, pasti akan ada kemudahan
- -Tolonglah orang lain yang membutuhkan pertolongan, maka suatu saat orang tersebut akan menolongmu

D. Kesamaan Dengan Kehidupan Pribadi

Selama ini, saya selalu menuruti perintah orang tua saya, dan juga saya percaya jika perintah orang tua menuntun kita ada jalan yang benar. Saya juga pantang menyerah, walaupun ada kesulitan pasti akan ada jalan untuk melewati kesulitan itu.

Selasa, 26 November 2013

TUGAS BAHASA INDONESIA HIKAYAT

Anggota Kelompok :
Ahmad Raihan
Ahmad Rafli
Alfin Faidz
Arief Maulana
Bayugiri
Ghifari Surya
Lutfi Maulana
Rizky Wiradhika
Rafi Wiratama
M Risyad


Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular

Pada zaman dahulu, tersebutlah ada seorang kakek yang cukup disegani. Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya tetap mampu menjaga potensi itu.
Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sembari menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang senantiasa berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat. “Kek,” panggil ular itu benar-benar memelas, “kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya begitu berhasil menangkap saya. Tentunya, kamu baik sekali jika mau membuka mulut lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini.” “Ulangi sumpahmu sekali lagi,” pinta si kakek. “Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keculasan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya.”
Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya sekira-kira dapat untuk ular itu masuk. Sejurus kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangan. Ia menanyakan keberadaan ular yang hendak dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tak melihat ular yang ditanyakannya dan tak tahu di mana ular itu berada. Tak berhasil menemukan apa yang dicarinya, pria itu pun pergi. Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: “Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang.”
Ular itu hanya menyembulkan kepalanya sedikit, lalu berujar: “Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tak tahu apa-apa. Kamu bahkan tak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati.” “Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.” Kontan ular itu mengancam.
“La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik.” Sejurus kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan. Kakek itu akhirnya kembali bersuara, “Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku.” Ular mengabulkan permintaannya.
Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, “Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku.” Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular: “Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan.” Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:
“Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik rekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau pandang pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu.”
Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu girang bukan main sehingga berujar, “Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?” Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, “Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu.” Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.”
Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat."

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Pada istriku dia mengucapkan selamat tinggal. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari sepenuhnya perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengadukanku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seraya menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tak seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia menjebloskan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai aneka penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa budi baik dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau.

Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang umur.


Transliterasi ke Bahasa Indonesia:
Pada zaman dahulu, ada seorang kakek yang cukup dihormati. Ia dikenal takut kepada Tuhan, tergila-gila pada kebenaran, selalu beribadah setiap waktu, melaksanakan salat lima waktu dan selalu berusaha membaca Al-Qur'an pada pagi dan petang. Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal memiliki otot yang kuat dan berotak encer. Ia punya banyak hal yang menyebabkannya mampu menjaga potensi itu.

Suatu hari, ia sedang duduk di tempat kerjanya sambil menghisap rokok dengan nikmatnya (sesuai kebiasaan pada masa itu). Tangan kanannya memegang tasbih yang selalu berputar setiap waktu di tangannya. Tiba-tiba seekor ular besar menghampirinya dengan tergesa-gesa. Rupanya, ular itu sedang mencoba menghindar dari kejaran seorang laki-laki yang (kemudian datang menyusulnya) membawa tongkat.

"Kek," panggil ular itu dengan malang, "kakek kan terkenal suka menolong. Tolonglah saya, selamatkanlah saya agar tidak dibunuh oleh laki-laki yang sedang mengejar saya itu. Ia pasti membunuh saya setelah berhasil menangkap saya. Tentu adalah orang yang  baik jika mau membuka mulutmu lebar-lebar supaya saya dapat bersembunyi di dalamnya. Demi Allah dan demi ayah kakek, saya mohon, kabulkanlah permintaan saya ini."

"Ulangi sumpahmu sekali lagi," pinta si kakek. "Takutnya, setelah mulutku kubuka, kamu masuk ke dalamnya dan selamat, budi baikku kamu balas dengan keburukkan. Setelah selamat, jangan-jangan kamu malah mencelakai saya."

Ular mengucapkan sumpah atas nama Allah bahwa ia takkan melakukan itu sekali lagi. Usai ular mengucapkan sumpahnya, kakek pun membuka mulutnya, kira-kira bisa memasukkan ular itu kedalam mulutnya.

Beberapa saat kemudian, datanglah seorang pria dengan tongkat di tangannya. Ia menanyakan keberadaan ular yang akan dibunuhnya itu. Kakek mengaku bahwa ia tidak melihat ular yang ia tanyakan dan tidak tahu di mana ular itu berada. Karena tidak berhasil menemukan apa yang sedang dicarinya, pria itu pun pergi.

Setelah pria itu berada agak jauh, kakek lalu berbicara kepada ular: "Kini, kamu aman. Keluarlah dari mulutku, agar aku dapat pergi sekarang."

Ular itu hanya menampakkan kepalanya sedikit, lalu berkata: "Hmm, kamu mengira sudah mengenal lingkunganmu dengan baik, bisa membedakan mana orang jahat dan mana orang baik, mana yang berbahaya bagimu dan mana yang berguna. Padahal, kamu tidak tahu apa-apa. Kamu bahkan tidak bisa membedakan antara makhluk hidup dan benda mati."

"Buktinya kamu  biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan. Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat." kata ular itu mengancam.

"La haula wa la quwwata illa billahi al`aliyyi al-`azhim [tiada daya dan kekuatan kecuali bersama Allah yang Maha Tinggi dan Agung] (ungkapan geram), bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh? Terserah kepada Allah Yang maha Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik." Beberapa saat kemudian kakek itu tampak terpaku, shok dengan kejadian yang tak pernah ia duga sebelumnya, perbuatan baiknya berbuah penyesalan.

Kakek itu akhirnya kembali bersuara, "Sebejat apapun kamu, tentu kamu belum lupa pada sambutanku yang bersahabat. Sebelum kamu benar-benar membunuhku, izinkan aku pergi ke suatu tempat yang lapang. Di sana ada sebatang pohon tempatku biasa berteduh. Aku ingin mati di sana supaya jauh dari keluargaku."

Ular mengabulkan permintaannya. Namun, di dalam hatinya, orang tua itu berharap, "Oh, andai Tuhan mengirim orang pandai yang dapat mengeluarkan ular jahat ini dan menyelamatkanku."

Setelah sampai dan bernaung di bawah pohon yang dituju, ia berujar pada sang ular:

"Sekarang, silakan lakukanlah keinginanmu. Laksanakanlah rencanamu. Bunuhlah aku seperti yang kamu inginkan."

Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang mengalun merdu tertuju padanya:

"Wahai Kakek yang baik budi, penyantun dan pemurah. Wahai orang yang baik merekam jejaknya, ketulusan dan niat hatimu yang suci telah menyebabkan musuhmu dapat masuk ke dalam tubuhmu, sedangkan kamu tidak punya cara untuk mengeluarkannya kembali. Cobalah engkau lihat pohon ini. Ambil daunnnya beberapa lembar lalu makan. Moga Allah sentiasa membantumu."

Anjuran itu kemudian ia amalkan dengan baik sehingga ketika keluar dari mulutnya ular itu telah menjadi bangkai. Maka bebas dan selamatlah kakek itu dari bahaya musuh yang mengancam hidupnya. Kakek itu senang bukan main sehingga berkata, "Suara siapakah yang tadi saya dengar sehingga saya dapat selamat?"

Suara itu menyahut bahwa dia adalah seorang penolong bagi setiap pelaku kebajikan dan berhati mulia. Suara itu berujar, "Saya tahu kamu dizalimi, maka atas izin Zat Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri (Allah) saya datang menyelamatkanmu."

Kakek bersujud seketika, tanda syukurnya kepada Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya."

Di akhir ceritanya, si Saudi berpesan:

"Waspadalah terhadap setiap fitnah dan dengki karena sekecil apapun musuhmu, ia pasti dapat mengganggumu. Orang jahat tidak akan pernah menang karena prilakunya yang jahat."

Kemudian si Saudi memelukku dan memeluk anakku. Dia mengucapkan selamat tinggal kepada istriku. Ia berangkat meninggalkan kami. Hanya Allah yang tahu betapa sedihnya kami karena berpisah dengannya. Kami menyadari perannya dalam menyelamatkan kami dari lumpur kemiskinan sehingga menjadi kaya-raya.

Namun, belum beberapa hari dia pergi, aku sudah mulai berubah. Satu persatu nasehatnya kuabaikan. Hikmah-hikmah Sulaiman dan pesan-pesannya mulai kulupakan. Aku mulai menenggelamkan diri dalam lautan maksiat, bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Aku menjadi suka menghambur-hamburkan uang.

Akibatnya, para tetangga menjadi cemburu. Mereka iri melihat hartaku yang begitu banyak. Mengingat mereka tidak tahu sumber pendapatanku, mereka lalu mengaduku kepada kepala kampung. Kepala kampung memanggilku dan menanyakan dari mana asal kekayaanku. Dia juga memintaku untuk membayarkan uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai pajak, tetapi aku menolak. Ia memaksaku untuk mematuhi perintahnya seperti menebar ancaman.

Setelah membayar begitu banyak sehingga yang tersisa dari hartaku tidak seberapa, suatu kali bayaranku berkurang dari biasanya. Dia pun marah dan menyuruh orang untuk mencambukku. Kemudian ia memasukkan aku ke penjara. Sudah tiga tahun lamanya saya mendekam di penjara ini, merasakan berbagai macam penyiksaan. Tak sedetikpun saya lewatkan kecuali saya meminta kepada Zat yang menghamparkan bumi ini dan menjadikan langit begitu tinggi agar segera melepaskan saya dari penjara yang gelap ini dan memulangkan saya pada isteri dan anak-anak saya.

Namun, tentu saja, saya takkan dapat keluar tanpa baik budi dari Baginda Rasyid, Baginda yang agung dan menghukum dengan penuh pertimbangan.

Khalifah menjadi terkejut dan sedih mendengar ceritanya. Khalifah pun memerintahkan agar ia dibebaskan dan dibekali sedikit uang pengganti dari kerugian yang telah ia derita dan kehinaan yang dialaminya. Ia pun memanjatkan doa dengan khusyu kepada Allah, satu-satunya Dzat yang disembah, agar Khalifah Amirul Mukminin senantiasa bermarwah dan berbahagia, selama matahari masih terbit dan selama burung masih berkicau.

Para napi di penjara Baghdad semakin banyak mendoakan agar Khalifah berumur panjang setelah Khalifah meninggalkan harta yang cukup banyak buat mereka.

Khalifah lalu kembali ke istananya yang terletak di pinggir sungai Tigris. Di istana telah menunggu siti Zubaidah. Khalifah lalu menceritakan apa yang sudah dilakukannya, Zubaidah pun senang mendengarnya. Ia mengucapkan terima kasih dan memuji Khalifah karena telah berbuat baik. Zubaidah juga mendoakan agar Khalifah panjang umur.




A.    Sinopsis (Ringkasan Hikayat)
Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada zaman dahulu, ada seorang kakek yang sangat disegani oleh penduduk. Ia sangat taat beragama dan berotot juga pandai otaknya.  Suatu hari, ia tengah duduk-duduk ditempat kerjanya. Namun, tiba-tiba seekor ular menghampirinya dan meminta tolong. Ular itu beralasan bahwa ia sedang dikejar-kejar pemburu, maka dari itu ia ingin bersembunyi di mulut kakek.
Namun setelah ular itu selamat, ternyata ia malah tidak mau keluar dan malah mengancam kakek untuk memakannya. Kakek bingung, namun pasrah akan takdir yang akan menimpanya. Setelah meminta tolong pada Allah, ternyata ia mendengar suara. Berkat kata-kata dari suara itulah ular itu keluar dan kakek pun selamat.

B. UNSUR INTRINSIK
1. Tema                       : Balas Budi
2. Perwatakan tokoh    :
a. Si Kakek     : Baik hati, pandai, taat, terlalu mudah percaya pada siapapun, suka  menolong dan pasrah.
- Baik Hati     : Dia rela menolong ular yang bahkan bisa membahayakan nyawanya sendiri.
- Pandai          : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
- Taat            : Ia dikenal takut kepada Allah, gandrung pada kebenaran, beribadah wajib setiap waktu, menjaga salat lima waktu dan selalu mengusahakan membaca Al-Qur’an pagi dan petang.
- Terlalu mudah percaya pada siapapun : Dia terlalu percaya bahkan pada hal yang dia endiripun tahu jika itu dapat membunuhnya.
- Suka menolong : bukankah aku telah menyelamatkanmu, tetapi sekarang aku pula yang hendak kamu bunuh?
- Pasrah : Terserah kepada Allah Yang Esa sajalah. Dia cukup bagiku, sebagai penolong terbaik .

b. Ular                        : Licik, jahat, suka berbohong, dan tidak tahu balas budi.
-  Licik                        : Buktinya kamu biarkan saja musuhmu masuk ke mulutmu, padahal semua orang tahu bahwa ia ingin membunuhmu setiap ada kesempatan.
- Jahat           : Sekarang kuberi kamu dua pilihan, terserah kamu memilih yang mana; mau kumakan hatimu atau kumakan jantungmu? Kedua-duanya sama-sama membuatmu sekarat.
- Suka berbohong     : Pada awalnya dia berjanji hanya akan bersembunyi, tetapi ternyata dia juga mengancam untuk memakan hati atau jantung si kakek.
- Tidak tahu balas budi       : Setelah diberi pertolongan oleh kakek, bukannya berterima kasih, ular itu malah mau membunuh kakek.

c. Suara penolong : Baik hati, suka menolong.
- Baik hati                  : Dia ada disaat yang tepat. Saat kakek akan dibunuh oleh ular itu.
- Suka menolong        : Tuhan yang telah memberi pertolongan dengan mengirimkan seorang juru penyelamat untuknya.

3.       Jenis alur beserta tahapan peristiwa    : Jenis alurnya maju.
Tahapan peristiwanya dimulai dari paragraf 1 yaitu pengenalan tokoh utama.
Paragraf 2 dan 3 yaitu penyebab permasalahan.
Paragraf 4 dan 5 yaitu bagian klimaks.
Paragraf 6 yaitu bagian peleraian.
Paragraf 7 yaitu bagian penyelesaian.

4.     Setting                        :
Suatu hari, kakek itu sedang duduk di tempat kerjanya. Suasananya sangat tenang dan santai. Namun ular datang dengan gugup. Setelah ular itu berhasil selamat, ular itu mau memakan kakek tersebut. Namun, sang kakek ingin pergi ke sebatang pohon yang ada di suatu tempat yang lapang. Suasanapun menjadi tegang. Namun, menjadi tenangkembali saat ular itu sudah berhsil dikeluarkan dai tubuh kakek. Kakek itupun merasabahagia dan sangat bersyukur pada Yang Kuasa.

5.      Amanat                      :a. Jangan terlalu percaya kepada orang lain apalagi                                                                        yang mampu menjadi ‘musuh dalam selimut’ bagi kita.
 b. Kebaikan pasti akan selalu dibalas dengan kebaikan.
 c. Allah pasti akan menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang  taat    kepada-Nya.
6.     Sudut pandang                   : Orang Ketiga Pelaku Utama.

7.      Majas                          :
a. Majas Sinekdokhe pars prototo : Tiba-tiba seekor ular                                                             menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.
b. Majas Metafora                           : Selain dikenal alim dan taat, ia juga terkenal berotot kuat dan berotak encer.
c. Majas Simile                                  : cukuplah Allah Yang Maha Esa bagai penolongku.

8.      Pengalaman               :
1. Menolong orang harus dengan suatu alasan.
2. Menolong tidak boleh asal-asalan.
3. Tidak boleh terlalu percaya pada orang asing.

9.      Gagasan                     :
1. Kakek tersebut adalah orang yang baik hati dan suka menolong, namun terlalu mudah percaya pada ular.
2. Ular itu mungkin dapat berencana licik, namun orang jahat akan mendapat keburukan pula.
3. Kakek yang pasrah akhirnya dapat pertolongan dari Allah, dan iapun selamat.


C.    Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral             : Kita dapat belajar bahwa menolong orang itu memang baik, namun kita juga harus memikirkan pula tentang akibat dari pertolongan kita itu.
2. Nilai Pendidikan    : Kita dapat belajar bahwa perbuatan baik juga akan mendapatkan balasan yang baik pula.
3. Nilai Religius         : Allah akan selalu melindungi hamba-Nya yang taat kepada-Nya.
4. Nilai Sosial                        : Menolong sesama yang membutuhkan adalah hal yang baik, apalagi bila memang sedang membutuhkan pertolongan.
5. Nilai Budaya          : Budaya tolong-menolong antara kiat memang harus selalu diterapkan dimanapun dan kapanpun.
6. Nilai Estetika        : Hubungan antar umat manusia yang saling tolong-menolong dan pertolongan Allah yang terkadang tak terduga.




Perbandingan “Novel ABORSI” dan “Hikayat Seorang kakek dan Seekor Ular”
Sinopsis Novel ABORSI
Ceritanya bermula ketika sepasang suami istri yaitu Handi dan Devi yang memiliki seorang putri bernama Caca,membeli rumah baru yang bergaya klasik.Hal tersebut malah membawa malapetaka,Caca jadi sering kerasukan dan mengamuk.
Kehidupan yang tak lagi dirasa tenang membuat Handi dan Devi merasa ketakutan sekaligus penasaaran.Seiring berjalannya waktu yang memperkeruh keadaan,Mereka baru lah menyadari apa yang telah mereka perbuat 10 tahun yang lalu.Janin yang dipaksa keluar ,bangkit untuk membalas dendam orang tua yang biadab yang membunuhnya.
Akhirnya,Devi yang merasa sangat bersalah ,rela mati untuk menemani "Cinta" di dunia lain.
Sinopsis Hikayat Seorang Kakek dan Seekor Ular
Pada zaman dahulu kala,hidulah seorang kakek tua yang taat pada Allah yang berotak encer,dan kuat.ketika itu ia sedang duduk di tempat kerjanya ,tiba-tiba datanglah seekor ular ular itu meminta untuk disembunyikan dalam mulut Kakek karena ia dikejar-kejar seorang laki-laki.Ular tersebut bersumpah,tidak akan mencelakai kakek. Akhirnya kakek mengizinkannya.
Setelah orang yang mencari nya itu sudah pergi ,kakek menyuruh si ular untuk keluar. Tetapi ular melanggar janjinya,ia malah hendak memakan jantung dan hati kakek.
Kakek yang mengetahui kehendak ular berkata bahwa ia ingin mati di bawah pohon yang biasa digunakannya untuk berteduh yang letaknya jauh dari keluarganya,ular pun mengizinkannya.
Hatta sampai di tempat yang dimaksud,tiba-tiba terdengar suara yang lembut menyuruh kakek untuk makan daun dari pohon tersebut.Tanpa berfikir panjang,kakek segera melakukan apa yang diperintahkan suara tadi.Alhasil ular pun akhirnya keluar dalam keadaan menjadi bangkai.Kakek pun bersujud,bersyukur atas pertolongan yang di berikan Allah S.W.T
Perbandingan:
1. Hikayat berbentuk seperti dongeng yang menyajikan hal-hal takhayul sedangkan novel lebih mengacu pada realita.
2. Pada hikayat biasa dimulai dengan Pada zaman dahulu sedangkan pada novel tidak demikian.

3. Pada hikayat terdapat bahasa melayu kuno seperti “hatta” sedangkan pada novel tidak.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text